Thursday, May 23, 2013

[Cerita Anak] Sepatu Tuk-Tuk

Cerita ini pernah dimuat di Majalah Bravo. Selamat membaca!


Bino adalah kurcaci yang membuat berbagai macam sepatu. Dia memiliki sebuah toko sepatu. Di dalam tokonya itu ada ratusan jenis sepatu, mulai dari sepatu anak-anak, sepatu berhak tinggi, sepatu boot, sepatu bertali, dan masih banyak lagi yang lainnya. Banyak kurcaci yang suka membeli sepatu di tokonya. Sepatu-sepatu yang dibuat Bino modelnya bagus-bagus, dan terbuat dari bahan terbaik. Meskipun harganya sedikit lebih mahal tetapi sepatu buatan Bino banyak yang membeli.
Sepatu buatan Bino memang istimewa. Bino menyebutnya sepatu tuk-tuk. Lho, kenapa disebut begitu? Karena sepatu buatan Bino dapat berbunyi tuk..tuk..tuk… setiap kali dikenakan. Mungkin kamu berpikir sepatu yang berbunyi tuk-tuk itu hanya sepatu berhak tinggi saja. Bukan. Semua sepatunya berbunyi tuk-tuk jika dikenakan. Bukankah semua bunyi tuk-tuk sama? Hohoho, jangan salah, sepatu buatan Bino bunyinya merdu. Lalu setiap kali mengeluarkan bunyi tuk-tuk, bau harum menyeruak keluar. Harumnya berbeda dengan parfum manapun.
Itulah sebabnya mengapa banyak kurcaci yang menyukai sepatu buatan Bino. Setiap kali mengenakan sepatu itu, perhatian kurcaci lainnya langsung tertuju pada mereka. Tentu saja mereka senang diperhatikan. Sepatu itu membuat mereka kelihatan keren dan wangi, tentu saja!
Tetapi yang paling menyenangkan saat berada di toko Bino adalah senyum Bino. Semua yang datang kesana menyukai senyum Bino. Bino ramah. Dia juga jujur. Jika ada suatu yang kurang pada sepatunya, meski pembeli tidak menyadarinya, dia akan menawarkan untuk memperbaiki. Tanpa biaya tambahan.
Tring… tring…!
Suara lonceng di atas pintu toko Bino berdenting. Itu tandanya ada calon pembeli yang datang. Bino langsung meloncat dari tempat duduknya, meninggalkan pekerjaannya menghias sepatu dengan pita, pagi itu.
“Selamat pagi,” sapanya riang.
Kurcaci yang baru saja masuk itu tak menjawab. Dia mengangguk saja lalu sibuk melihat-lihat sepatu yang berjajar di toko Bino. Bino tahu dia bernama Tuan Marcus, salah seorang kurcaci terkaya di kotanya.
“Ada yang bisa saya bantu?” Bino mengikutinya. Setiap calon pembeli yang datang selalu diperlakukannya dengan ramah. Tak heran, selain sepatunya yang bagus, para kurcaci senang datang ke tokonya karena keramahannya.
Berbeda dengan biasanya, kali ini senyum Bino tak membuat kurcaci itu balas tersenyum.
“Sepatu seperti apa yang Tuan cari?” tanyanya lagi.
“Hmm… Boot dari kulit. Saya mau yang terbaik,” jawabnya angkuh.
“Semua sepatu disini saya buat dengan bahan yang terbaik, Tuan,” Bino menjawab sambil tetap tersenyum. Diambilnya beberapa pasang sepatu yang kelihatannya sesuai dengan yang dicarinya. Boot hitam berhias gesper yang gagah, boot coklat muda dari kulit, dan boot merah tua dengan banyak kancing di salah satu sisinya.
Tuan Markus mencoba semuanya. Saat mencoba sepatu yang terakhir, sepatu yang berwarna merah tua, wajahnya terlihat cerah. Kelihatannya dia sudah menemukan apa yang dicarinya.
“Ini dia yang aku cari. Sepatu ini pasti cocok kukenakan,” katanya pada diri sendiri. Bino ikut tersenyum melihatnya. Dia lega melihat Tuan Markus mendapatkan sepatu yang sesuai dengan keinginannya. Kata teman-temannya, susah untuk menyenangkan Tuan Markus. Dia sangat pemilih, selalu ingin barang-barang yang terbaik. Ada cela sedikit, dia langsung tahu.
Tapi senyum keduanya mendadak hilang saat Tuan Markus mencoba sepatu itu untuk berjalan. Tidak ada suara tuk-tuk yang terdengar. Dan tak ada wangi yang tercium.
“Apa-apaan ini!” katanya. “Kudengar toko ini menyediakan sepatu berbunyi tuk-tuk yang wangi? Mana buktinya?”
Bino ketakutan. Bagaimana bisa ya? Padahal dia selalu bekerja dengan teliti. Mungkin dia lupa menaburkan bubuk ajaib dan memberi mantera dengan tongkatnya.
“Maaf, Tuan… Bagaimana kalau saya coba perbaiki?” tawarnya.
 Tuan Markus menatapnya tak percaya.
 “Saya tidak dapat menunggu. Masih banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan. Besok saya kesini lagi. Saya mau sepatu itu sudah siap,” katanya.
 “Ba… Baik, Tuan. Saya akan kerjakan secepatnya,” Bino tergagap menjawabnya.
Tuan Markus keluar dari toko Bino dengan wajah cemberut. Sungguh tak enak melihat orang berwajah seperti itu. Bino merasa bersalah telah mengecewakannya. Selama dia membuka toko belum pernah ada calon pembeli yang seperti itu.
Bino segera membawa sepatu itu masuk ke dalam ruang kerjanya. Dibukanya kotak berisi bubuk ajaib yang dapat membuat sepatunya berbunyi tuk-tuk dan menebarkan bau harum. Lalu dicarinya tongkat ajaibnya yang biasanya disimpannya di dalam lemari.
Betapa kagetnya Bino saat tahu tongkatnya itu tak berada di tempatnya!
Dia baru ingat, sebelumnya dia sudah mencari tongkatnya itu. Namun tiba-tiba ada pembeli yang datang, kemudian dia lupa mencarinya lagi karena hari sudah larut.
“Bagaimana ini? Tanpa tongkat itu akau takkan dapat membuat sepatu itu istimewa,” pikirnya bingung. Sepanjang malam Bino gelisah hingga tak dapat tidur karena memikirkan tongkatnya yang hilang. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi, seperti yang biasa dilakukannya.
Dalam hati, Bino berdoa semoga Tuan Markus tidak marah padanya. Karena jika sampai dia marah, pasti dia akan membicarakannya pada semua kurcaci di kita ini.
Meskipun sudah memutuskan seperti itu, Bino tetap saja merasa tak tenang saat mendengar bunyi lonceng di pintunya keesokan harinya.
“Selamat pagi, Tuan,” dia berusaha untuk tetap tersenyum.
“Bagaimana sepatu itu? Sudah beres?” tanyanya langsung.
“Maaf, Tuan. Saya tidak tahu harus bicara apa. Tongkat saya hilang. Saya tidak dapat membuat sepatu ini berbunyi,” Bino mengaku.
Sesaat wajah Tuan Markus memerah.
“Tuan dapat memilih sepatu yang lainnya, yang Tuan sukai,” tawar Bino, masih sambil tersenyum.
Tuan Markus memandang Bino. Tiba-tiba, tanpa disangka dia berkata, “Tidak apa-apa. Tidak penting apakah sepatunya berbunyi atau tidak, yang penting nyaman dikenakan. Lagipula saya suka kejujuran dan keramahanmu,” pujinya.
Bino terbelalak. Tuan Markus berkata begitu? Rasanya dia tak percaya. Tapi kemudian mau tak mau dia mempercayainya setelah Tuan Markus berkata, “Besok tolong buatkan saya beberapa sepatu seperti ini dengan warna berbeda ya. Kirimkan ke alamatku.”

Hari itu, Bino mendapatkan pelajaran berharga. Kejujuran dan keramahan, ternyata dapat menyelamatkannya dari segala hal buruk. [Fita Chakra]

2 comments :

  1. Salut pads Mbak yg bisa Nikon cerita anak dan dimuat media. Saya pernah bikin tp ditolak hingga aku patah arang..

    ReplyDelete